didalam suara kepala mu, Indonesia
intagram, line, twitter: adofernando

7/28/10

Sajak Sajak Pada Jingga Senja

ku serahkan sajak sajak ku pada lelembaran kertas putih
yang setiap katanya terucap oleh garis bibirmu
ku kerahkan sajak sajak ku pada tinta kental hitam pena
yang setiap katanya tak bisa ku eja lancar
dan selalu ku nyanyikan pada jingga senja

setiap karpet luas sang malam itu tergeletak luas
setelah senja, sebelum embun membungkus mata
bertebaran batangan bintang yang mengkilap
serta beberapa butir cintaku yang mengambang untuk mu
dan takkan bisa kau lihat jelas dalam gores mata mu
atau siapapun

dan ketika pergi ku ucapkan selamat tinggal
lalu kau membawa cintaku tanpa menyadari itu
membawa mimpiku pada negeri antah berantah
membunuh kisah yang belum mempunyai akhir


sementara aku hanya pembuat sajak
yang hidup dalam mimpi mimpi
karena setiap mimpi itu kuhadirkan kesempurnaan
kesempurnaan tuk dirimu

7/27/10

petikan ranting itu berbisik pelan
melemparkan pesannya melalui haluan angin
yang mengibarkan bendera di atas sana

tegakkan lutut mu kawan
kita sudah merdeka
dan janganlah puas
karna dunia takkan puas membunuh waktu

warnanya merah, putih
bukan bualan
tiangnya berdiri kokoh
bukan sandaran
darahnya tumpah
bukan permainan

secarik kain itu adalah legenda
bukan cerita belaka
yang di antarkan sebelum tidur

7/19/10

Sepotong Cerita Untuk Bunda

dan butiran terahir darahku
ku letakkan ditelapak kakimu


Kau pernah berkata
Kau pernah bercerita
akan masa kecil itu

saat aku terbata bata membaca kata
dalam nyanyian buta
ku ingat bunga bunga yang tertera
dalam garis bibirmu

saat aku terluka merah
dan Kau mengecupnya dengan sentuhan ajaib
dan memelukku dengan cinta
hingga aku tenggelam didalamnya

saat aku menangis terjatuh dari sepeda
Kau memegang erat tanganku
sepeda roda tiga
sepeda cinta dari Bunda

aku sedih, pilu rasanya
melihat barisan keringat pada keningmu
yang berlomba turun
membasahi ragamu

dan aku hanya bisa melagukan nada nada tangis
yang membuat wajahmu memerah

setiap nafasmu adalah pesan untukku
yang kau bisikan pada udara buta

Bunda, maafkan aku atas segala dosa yang melekat
Bunda, maafkan aku atas setiap butir airmata mu
Bunda, maafkan aku. puisi puisi kecil ini milik mu


Bunda, maaf ...

7/16/10

Sahabat

setiap detik yang berlalu,
namamu mengambang disana
mengingat sejarah yang kita ukir bersama
mengulang tawamu yang berputar di telinga
aku merindukan mu
dalam setiap darah pada nadi tubuhku
aku merindukan mu

aku ingin memutar dunia kembali
memutar setiap detik ku tatap dirimu
tetapi jarum jam itu tetap menari
tak henti hingga abadi

aku membutuhkanmu disini,
membunuh waktu disini
melempar tawa disini

air mata ini takkan mengubah segalanya
sir mata ini berlalu seperti benalu
dan biarlah angin yang menyampaikan pesanku
dan kusampaikan puisi ini pada bayanganmu
yang hitam di bumi
agar menjagamu tetap,
menjagamu setia


to sella

7/10/10

Nada Tanpa Suara

sebutir kata sejuta cerita
manusia itu tersesat dalam lumbung padi
sejumput nada tanpa suara
menari nari di telinga kiri


sehilir angin seribu bahasa
dengan hangat tanpa mentari
ia berputar mencari kata untuk di teriakan
meminta uluran kasih menembus sunyi


satu mentari miliaran bias
dan ia menongah ke atas
berlutut pada cakrawala walau Tuhannya tidak disana
menunggu dunia menjadi bisu
cukup bisu untuk bernyanyi


aku mendengar tangisnya
tangis tanpa airmata
aku melihat retak giginya
yang ditutupi topeng putih dengan senyum manis
dan sepucuk harapan yang kau pegang erat

7/9/10

- -

ku gulung kisah
merajutnya menjadi cerita

kisah yang diteteskan langit pada bumi
kisah yang dibisikan seorang pada yang lain
kisah yang dibakar api dari bara

percikan itu terasa hangat
saat pandangan mataku bersentuhan dengan mu
membuat dunia terasa bisu

memandangmu,
satu satunya cara yang waras untuk mencintaimu
dan kata "cinta" tidak lah cukup menggambarkannya



dan sejumput rasa itu menjadi api pada lilinku
yang membunuhku dan membuatku hidup disaat bersamaan

dan mimpi,
tempat yang hangat akan dirimu
karna ku temukan kau disana abadi bersamaku
dan menjadi neraka bila jam dinding berdering

6/26/10

ukir lah namamu
di atas batu nisan makamku
agar dunia tau aku hidup untukmu

saat jarum detik itu menari nari
aku hanya mengulang detik detik lain bersamamu
menarik waktu kembali

dan ku kecup lembaran angin itu kutujukan padamu
di setiap seka umur ini
tebaran sinar mentari yang kau tembus
dan merekah di atas bumi
ku sampaikan pesan ku padanya
pada bayangan hitam itu
agar ia menjagamu tetap
agar ia tak lepas darimu
karna aku tak mampu
karna aku tak cukup kuat untuk menjagamu

setiap daun itu ku sapa
hanya untuk tahu sela nafas mu
dan setiap darah yang mengalir di nadimu
agar dunia tau aku mencintaimu

6/23/10

kupandang kedua orang itu
tenggelam bersama dalam kenangan indah

saling berpegang tangan
saling memandang indah
keriput kulitnya tak menghalangi
rambut putihnya tak membatasi
rapuh badannya tak menjatuhkan

cincin itu mengikat kuat
di jari manis mereka
senyumnya tampak bahagia
dengan gigi yang hilang

cintanya suci
diatas sajadah putih
mereka bernyanyi
dan terus bernyanyi
hingga waktu menanti
saat untuk pergi

tongkat kayu itu bersaksi
atas hidup sang tuan
hitam putih cetakan foto mereka
menyela tangis yang terisak isak

ia pergi dengan cinta
menghadap cakrawala
menyelam dalam tanah merah
pergi dengan cinta

6/22/10

Mahakarya

kaca mata itu membacakan dunia
coretan tinta itu menceritakan hidupnya
dan segala karyanya itu menjadi dia
menjadi dirinya


setiap kata menjadi cerita
setiap kalimat menjarah dunia
setiap tokoh menjadi nyata
ia menciptakan mahakarya
disana ia berjaya
di bawah lamuman lampu sorot
dikelilingi bayangan hitam disekitarnya
berdiri tegak di atas panggung
mennyanyikan kata kata kecilnya



dan tulang tulang itu menua
bahasa tubuhnya menjadi buta
kulit itu menjadi bosan
hidupnya menjadi legenda

6/19/10

Aku terdiam dibawah lamunan nyanyian jangkrik
dan seruan angin yang menyapa pada dunia malam

Aku bertanya pada angin semilir...
Dimana ia?
Aku merindukannya
aku merindukannya dengan setiap detak pada jantung ini,
dengan setiap detik pada keabadian


Taukah ia aku disini membisu merindukanya?
Tau kah ia aku disini mati perlahan merindukannya?
dalam dunia aku menunggu
diantara senja merah dan malam biru
hingga raga ini menyelam dalam tanah


Ragaku tergeletak lemas menahan rasa perih,
dan menunggu engkau menyadari
Kapan? Esok hari? Esok lusa? Atau tak selamanya?
mungkin dalam sana, dalam mimpi malam tadi
yang selalu terulang dalam sayatan hati ini

Aku merindukanmu
hingga ia menari bersama rembulan
dan membawanya dalam pelukan
Kembali ke ragaku...
Dan diam bersamaku...
Hingga malam berakhir
dan mentari tak akan bersinar lagi...
hingga ia menari bersama rembulan
dan membawanya dalam pelukan



by: Sella Palar & Ado