didalam suara kepala mu, Indonesia
intagram, line, twitter: adofernando

6/26/10

ukir lah namamu
di atas batu nisan makamku
agar dunia tau aku hidup untukmu

saat jarum detik itu menari nari
aku hanya mengulang detik detik lain bersamamu
menarik waktu kembali

dan ku kecup lembaran angin itu kutujukan padamu
di setiap seka umur ini
tebaran sinar mentari yang kau tembus
dan merekah di atas bumi
ku sampaikan pesan ku padanya
pada bayangan hitam itu
agar ia menjagamu tetap
agar ia tak lepas darimu
karna aku tak mampu
karna aku tak cukup kuat untuk menjagamu

setiap daun itu ku sapa
hanya untuk tahu sela nafas mu
dan setiap darah yang mengalir di nadimu
agar dunia tau aku mencintaimu

6/23/10

kupandang kedua orang itu
tenggelam bersama dalam kenangan indah

saling berpegang tangan
saling memandang indah
keriput kulitnya tak menghalangi
rambut putihnya tak membatasi
rapuh badannya tak menjatuhkan

cincin itu mengikat kuat
di jari manis mereka
senyumnya tampak bahagia
dengan gigi yang hilang

cintanya suci
diatas sajadah putih
mereka bernyanyi
dan terus bernyanyi
hingga waktu menanti
saat untuk pergi

tongkat kayu itu bersaksi
atas hidup sang tuan
hitam putih cetakan foto mereka
menyela tangis yang terisak isak

ia pergi dengan cinta
menghadap cakrawala
menyelam dalam tanah merah
pergi dengan cinta

6/22/10

Mahakarya

kaca mata itu membacakan dunia
coretan tinta itu menceritakan hidupnya
dan segala karyanya itu menjadi dia
menjadi dirinya


setiap kata menjadi cerita
setiap kalimat menjarah dunia
setiap tokoh menjadi nyata
ia menciptakan mahakarya
disana ia berjaya
di bawah lamuman lampu sorot
dikelilingi bayangan hitam disekitarnya
berdiri tegak di atas panggung
mennyanyikan kata kata kecilnya



dan tulang tulang itu menua
bahasa tubuhnya menjadi buta
kulit itu menjadi bosan
hidupnya menjadi legenda

6/19/10

Aku terdiam dibawah lamunan nyanyian jangkrik
dan seruan angin yang menyapa pada dunia malam

Aku bertanya pada angin semilir...
Dimana ia?
Aku merindukannya
aku merindukannya dengan setiap detak pada jantung ini,
dengan setiap detik pada keabadian


Taukah ia aku disini membisu merindukanya?
Tau kah ia aku disini mati perlahan merindukannya?
dalam dunia aku menunggu
diantara senja merah dan malam biru
hingga raga ini menyelam dalam tanah


Ragaku tergeletak lemas menahan rasa perih,
dan menunggu engkau menyadari
Kapan? Esok hari? Esok lusa? Atau tak selamanya?
mungkin dalam sana, dalam mimpi malam tadi
yang selalu terulang dalam sayatan hati ini

Aku merindukanmu
hingga ia menari bersama rembulan
dan membawanya dalam pelukan
Kembali ke ragaku...
Dan diam bersamaku...
Hingga malam berakhir
dan mentari tak akan bersinar lagi...
hingga ia menari bersama rembulan
dan membawanya dalam pelukan



by: Sella Palar & Ado

6/17/10

ingatkah kau,
setiap siraman tawa di sela kelas?
ingatkah kau,
setiap tetes hujan yang berlomba pada kaca jendela kelas?
ingatkah kau,
bunyi bunyi gemuruh kelas ini yang menembus dunia siang?

semua tidak pergi
semua tidak pernah pergi
hanya terhempas jarak lebih jauh
dan lemparan topi toga itu menjadi pembukaan
atas kehidupan baru

jangan, jangan teteskan airmata itu
yang terjatuh pada bahu mu
dan menjadi noda pada baju itu

aku selalu bermimpi
akan masa yang telah berlalu
ingin ku mengulang masa itu
setiap detik, setiap jam, setiap hari
setiap lirikan mata mereka
setiap gerak yang ku lewatkan

.TR

6/15/10

Dua Bocah


ku lihat daun daun itu bercerai
di atas retak tanah merah
dikibas kencang empat kaki kecil
berlari lincah menembus udara

melihat bayangannya hitam
dibalik mentari kuning
yang bertengger pada senja biru
seperti kemarin
mereka bermain
saling menyiram tawa satu dan yang lain

dua bocah tengil
yang memudarkan mentari
yang rambutnya keriting
yang bolong giginya

ia bercanda konyol
dalam buaian hari
menjadi sahabat
sehidup semati

mereka selalu menghadiri
perjamuan senja menjelang malam
di sisi pantai
tempat mereka merangkai cerita
menyulam kata
menjadi kenangan semata

6/14/10

ku nyanyikan setiap kata itu
kata kata yang takkan terdengar

dan ku bisikan kata kata itu
yang takkan tersampaikan

aku selalu menikmati rasa perih itu
cinta namanya
yang selalu hadir saat berjumpa
saat padangan mu bergesekan dekat denganku
seharusnya kau kusimpan dalam mimpi
dan tidak membiarkanmu menjadi kenyataan
karna disana ku hadirkan kesempurnaan
hanya untukmu
selalu untukmu


tapi cinta itu bersih
cinta itu putih
cinta itu tulus
aku tak mampu menyentuhmu
aku tak cukup kuat untuk mencintaimu

dan aku akan disini
menjadi biru
hanya mengeja setiap kata yang kau tulis
mendengar kata katamu yang mengambang
menulis puisi puisi kecil untukmu
yang takkan kau baca

6/11/10

Tarian Malam

ia menari
di atas sanubari
membulat segala perih
tanpa sedikit percik

tuk siapa ia menari?
ke mana ia menari?
hanya mengambang dalam waktu basi
hingga terkapar ke lantai
berbaring pasi
hingga mati

dalam gelap ia menari
menari menarik pasangan mata putih
yang tergeletak suci
di atas kursi

menunduk ia berlari
membungkukan segala malu dalam bumi
agar tertutup tanah bumi pertiwi
menutup segala rahasia pasti
dan membiarkan menjadi misteri
hingga bulan menunggu kecupan mentari

6/6/10

Burung Garuda Berbulu Emas

aku membawa perisai besi di dada
dan melayang di antara segala benua

sekarang,
mereka beramai ramai mematahkan
sayap dengan pucuk tulang di setiapnya
tak mengasihani
tak peduli
terkapar di antara belukar rawa
mereka menghujam dengan segala hitam
menjarah merah dalam haluan
membakar biru perisai besi
hingga tersisa sepucuk
hanya sepucuk

aku rindu masa masa itu
masa dimana aku masih berjaya
masih di percaya berjuta kepala

6/4/10

Budak Malam

warna biru dalam dunia hitam
yang berpencar melawan angin
menitiskan senyum dewi sang malam
tak berseri, tak indah
bercerita setiap senyum yang ia palsukan

mungkin ini hanya mimpi,
melapas kata dalam dunia lain
yang menjadi buta
dan selalu buta

suara itu bersaksi atas cahaya tuan
setiap topeng itu ia lepas
dalam gelap malam pertama
sebuah kata melontar dari mulutnya

surat itu ia buka
merangkul sepi pada bumi
ia berlari dan terus berlari
selama mentari tetap berseri
walau berpaling padanya

gambar tinta merah di lapis kertas putih
merekah dalam benaknya
mengingat bunda di alam sana
memandang dari pijar bulan

ia hanya menangis
dalam tawa yang bertebaran
tak bisa berkutik dalam satuan detik

Tangis

setiap rintiknya adalah cerita
cerita yang mengalir menjadi takdir
memerahkan mata yang indah itu
dan menjelaskan setiap senyum yang kau palsukan

setiap tarikan nafas itu bercerita

setiap sajak yang kau ceritakan

setiap potongan cerita hidupmu
kan ku rebut tuk hilangkan perih itu
biarlah ku merasakannya,
jika bisa membuatmu kembali berseri
membawa pelangi kembali di atas kelabu

6/2/10

aku mencarimu dalam belukar kaca
dan tetap mengimani sunyi sebelum berjumpa
di bawah cakrawala biru
di saat jarum detik berhenti tetap
tak bergerak, tak terdengar

setiap ranting itu berdering
menceritakan dirimu yang berjalan anggun
melewati mentari yang berbenturan dengan bulan
dan senyummu yang menjatuhkan bintang bintang

dan ku membisu
memandang langkahmu menjauh
karna ku takut,
menyentuh cinta dan takkan kembali
tapi ajarlah aku bahasamu
bahasa cintamu
saat meliuk liuk di tengah hidup
agar ku bisa mengerti dunia

karna ku jelata
aku tak cukup kuat untuk mencintai
karna kau terlalu indah untuk dicintai