Maret di jemput dengan hujan
Isyarat rindu yang di kirim angkasa pada bumi
Banyak kisah sepertinya berhenti, saling tutup mata
Bermimpi untuk tidak, walau kenyataan selalu kembali menampar
dan, aku menyesal
Tidak mengambil banyak foto, bukti bahwa kita sempat hadir di sini
Sekarang hanya mempro, walau lebih yajam dari bingkai cerita kasih
Aku serlalu ingin menyimpan kamu, dalam saku segi empat milik rindu
dan dalam puisi puisi yang menangis bersendu
Kata Mereka ini Puisi
Pergi ke pojok hati mu yang paling sunyi lalu bacalah.
- Fernando Diroatmodjo
- didalam suara kepala mu, Indonesia
- intagram, line, twitter: adofernando
7/9/16
-
Gerhana untuk ku adalah cerita
Sepasang kekasih yang akhirnya diizinkan sejajar oleh waktu melepas rindu. Tidak bicara, hanya untuk sejajar, cuma bisa saling bertatap mata walau sementara. Lalu mereka akan mengambang berpisah di bungkam angkasa selamanya bisu, menari nari sembari menyinari. Kirimi isyarat dalam sepi dan tetap mencintai
Kala tempo mereka sejenak sejajar, manusia menyaksikan kisah paling puitis yang pernah ada. Lantas diabadikan dengan ingatan dan cerita cerita yang di anggap tidak biasa. Pahami ketulusan rembulan yang tiap malam mengagumi, begitu juga mentari.
Aku pun sama, tapi Tuhanku begitu senang dengan teka teki.
12/24/15
Pagi itu Kental
Kemarin bertemu fajar
Bertanya tanya tentang kabar tentang subuh yang terjatuh
Bernafaskan asap dari dua cangkir kopi begitu hitam menari
Satu untukku dan satu lagi untuk sepi
Karna tiada lagi duduk disini kecuali sunyi
Seperti kopi, biarkan segala luka kenangan mengental,
menghitam, dan mengendap
atau harus ku tukar dengan rasa yang lebih kental?
Hanyut tergilanya aku pada ilusi tentang adanya kita
Serta aku ingin bicara denganmu
Dengan kata yang tak pernah dimengerti waktu
Hanya bukti dasar adanya rasa di balik pintu
Maka tariklah nafasmu dalam dalam
Lalu hembuskan aku pada kenyataan
Mungkin dengan itu aku mampu menjadi mimpi.
Bertanya tanya tentang kabar tentang subuh yang terjatuh
Bernafaskan asap dari dua cangkir kopi begitu hitam menari
Satu untukku dan satu lagi untuk sepi
Karna tiada lagi duduk disini kecuali sunyi
Seperti kopi, biarkan segala luka kenangan mengental,
menghitam, dan mengendap
atau harus ku tukar dengan rasa yang lebih kental?
Hanyut tergilanya aku pada ilusi tentang adanya kita
Serta aku ingin bicara denganmu
Dengan kata yang tak pernah dimengerti waktu
Hanya bukti dasar adanya rasa di balik pintu
Maka tariklah nafasmu dalam dalam
Lalu hembuskan aku pada kenyataan
Mungkin dengan itu aku mampu menjadi mimpi.
12/23/15
Garis Lurus
Lari,
Hati sulit menelan kenyataan
Tapi kemana? Kembali?
Berputarpun aku enggan berkenalan, apalagi waktu
Berhenti?
Untuk apa? Baca puisi?
Siapa cukup penting untuk aku salami?
Cinta? Halah, senja saja tak pernah bilang rindu pada fajar
Siapa lagi? Demokrasi? Politik keruh keruh gelitik dan
permainan bebek
Kita hanya diputar putar setan, supaya dia ada makanan
Walau sesekali halaman halaman buku menyurati mimpi untuk
berlari
Tak pernah dengar seberapa letih bumi berputar
Sejenak ingin berhenti, merenung mencari dimana jatuhnya
letih
11/9/15
Protes
Aku mengerti apa artinya hidup saat kau paksa nafasku
berhenti
Siapa lagi yang belum kau telan? Ibu mu?
Tetapi dalam gelap aku temukan kesederhanaan
Dan kata yang tak rela diucapkan
Seperti keraguan dalam pekatnya ilusi
Diaduk-aduk kehidupan dengan kenyataan
Tawa tawa kawan membentuk cahaya kecil,
Memaknai hidup walau kerap membosankan
Kertas kertas serta tinta berserakan
Dalam gelap aku temukan perjuangan
Mata mata yang lelah beradu kuat melawan mentari
Demi tangan dan cintanya kepada bulan
Semesta selalu kirimkan isyarat
Lewat tukang siomay, satpam pagi ini, atau kekasih yang
menanti
Dan tiap kedip hati selalu menantang bertanya
Listrik kapan nyala?
10/16/15
Ku Tunggu Kamu
Aku menunggu dua bola mata begitu pisau di hati
dan waktu
itu segala tentang menanti
Siapa lagi lebih mengenal cinta kalau bukan senja?
Siapa lagi lebih mengenal rindu kalau bukan pintu?
Karena gelora kekasih tiada hilang dalam perih walau rindu
sejauh ibu jari,
dua jam duduk, atau dua hari menyiksa kaki
yang aku paham hanya hujan, bahwa kita bisa merayakan hati yang candu
karena jika kebesaran cinta di ukur dari seberapa sulit
mengatakan selamat tinggal
aku lebih baik bisu
dalam dua jam duduk bersama karat karat yang menyiksa
atau dalam siksaan kaki dua bulan dan dua mentari
aku temukan keikhlasan
jika kaki tak menyiksa untuk siapa lagi aku melangkah
walau sebentar hati ini ingin singgah
karena tiada yang lebih mahal dari sebuah pertemuan
lalu akan ku bawa kau pada keindahan yang sunyi
begitu sunyi hingga yang kau dengar hanya jantung mu sendiri
dan kan ku biarkan rindu menjemput kita berdiri
7/18/15
Keributan Sunyi
Saya bersembunyi dalam darah pencuri yang mati di tikam
tirani,
Demi rezeki atau sebongkah rupiah murni
Menjadi satu dengan senyum pelacur yang hingga kini menjadi
batu,
Yang telah hilang dari kemurnian nafsu lalu di hujat ribuan
yang pernah malu,
Di injak kaki kaki yang memasuki rumah rumah ibadah,
Beserta mulut mulut yang memuja kebesaran Tuhan
Jangan berhentii kau peluk erat jasad ku,
Walau yang tersisa hanya serpih serpih waktu
dan dosa dosa yang masih mengalir menancap seperti paku
Mereka, bajingan
Mereka rampas jutaan butir airmata yang ku tanamkan untuk
senyum mu, se percik saja
Sekarang tiada lagi yang tertata dalam cerita,
Hanya darah darah yang mulai mengering di makan kejamnya
dosa
Lalu dunia akan menceritakan aku dalam hitam dan setan setan
yang bergerak dalam malam
5/4/15
Mencari Waktu
Kadang aku mencintai bayang
Gelapnya sinar yang gagal menembus waktu menjadi sejarah
Hasilkan rumusan bahwa aku mencintai gadis yang tak lagi ada
Karena setengah hati menyangkut pada masa lalu
Kadang aku mencintai fajar tapi sekarang sudah senja
Seperti terikat waktu tak kunjung henti bergerak
Sesal yang mengendap menjadi keras dan mengeras
Merusak system hati yang seharusnya bisa terobati
Kadang yang diperlukan hanyalah kesempatan
Tuk merayu waktu atau merayu kamu untuk kembali
Karena jika kamu
adalah pucuk kedua mataku
Kemana aku akan mencari?
Tragedi Romasa Angkasa
Senja kali ini rembulan terlambat, mungkin jalanan padat
Hanya ada ilusi ilusi nya yang tampak membayang mengambang
Lekuk badan sahabatnya kian membayangi angkasa
Kala sepasang kekasih saling memandang di cakrawala
Bergelora, warna warni hati memenuhi aura
Membentuk kepadatan rasa seperti mempunyai sayap
Jingga warnanya, warna mereka berdua melepas rindu walau
kadang biru
Hanya bertatapan mata walau detik selalu menarik
Kadang iri aku masih belum bisa begitu ikhlas seperti mereka
yang iklaskan waktu
Ingin berdusta jika mereka adalah jiwa adam dan hawa
yang tidak rela dipersatukan oleh bumi tetapi Tuhan memahami
lalu bintang bintang hanya butiran kebahagian mereka berdua
2/25/15
Rusaknya Seorang Pria
Sekejap langit menjadi sunyi
Dan diantara suara hampa ia
bernyanyi
Jerit jerit butir air menghempas
bumi
Seketika menjadi diam dalam ramai
Wajahnya memucat seiring
menghisap sebatang kebosanan
Darah habis di isap kejam ibu
kota
Lalu hati nya? Tiada
Masih tertinggal pada gadis yang
tak kunjung jumpa
Rindu pada ibu seperti batu
Menyangkut di dada nya tiada yang
tau
Tak sanggup kaki pulang membawa
malu
Pada mata ibu yang tak lelah
menunggu
Perlahan mencari Tuhan
Tak jauh dari segumpal kematian
Subscribe to:
Posts (Atom)