didalam suara kepala mu, Indonesia
intagram, line, twitter: adofernando

12/24/15

Pagi itu Kental

Kemarin bertemu fajar
Bertanya tanya tentang kabar tentang subuh yang terjatuh

Bernafaskan asap dari dua cangkir kopi begitu hitam menari
Satu untukku dan satu lagi untuk sepi
Karna tiada lagi duduk disini kecuali sunyi

Seperti kopi, biarkan segala luka kenangan mengental,
menghitam, dan mengendap

atau harus ku tukar dengan rasa yang lebih kental?
Hanyut tergilanya aku pada ilusi tentang adanya kita

Serta aku ingin bicara denganmu
Dengan kata yang tak pernah dimengerti waktu
Hanya bukti dasar adanya rasa di balik pintu

Maka tariklah nafasmu dalam dalam
Lalu hembuskan aku pada kenyataan
Mungkin dengan itu aku mampu menjadi mimpi.

12/23/15

Garis Lurus

Lari,
Hati sulit menelan kenyataan
Tapi kemana? Kembali?
Berputarpun aku enggan berkenalan, apalagi waktu

Berhenti?
Untuk apa? Baca puisi?
Siapa cukup penting untuk aku salami?
Cinta? Halah, senja saja tak pernah bilang rindu pada fajar
Siapa lagi? Demokrasi? Politik keruh keruh gelitik dan permainan bebek
Kita hanya diputar putar setan, supaya dia ada makanan

Tanya saja terus!
Walau sesekali halaman halaman buku menyurati mimpi untuk berlari
Tak pernah dengar seberapa letih bumi berputar

Sejenak ingin berhenti, merenung mencari dimana jatuhnya letih

11/9/15

Protes

Aku mengerti apa artinya hidup saat kau paksa nafasku berhenti
Siapa lagi yang belum kau telan? Ibu mu?

Tetapi dalam gelap aku temukan kesederhanaan
Dan kata yang tak rela diucapkan
Seperti keraguan dalam pekatnya ilusi
Diaduk-aduk kehidupan dengan kenyataan

Tawa tawa kawan membentuk cahaya kecil,
Memaknai hidup walau kerap membosankan
Kertas kertas serta tinta berserakan

Dalam gelap aku temukan perjuangan
Mata mata yang lelah beradu kuat melawan mentari
Demi tangan dan cintanya kepada bulan

Semesta selalu kirimkan isyarat
Lewat tukang siomay, satpam pagi ini, atau kekasih yang menanti
Dan tiap kedip hati selalu menantang bertanya

Listrik kapan nyala?

10/16/15

Ku Tunggu Kamu

Aku menunggu dua bola mata begitu pisau di hati 
dan waktu itu segala tentang menanti
Siapa lagi lebih mengenal cinta kalau bukan senja?
Siapa lagi lebih mengenal rindu kalau bukan pintu?
Karena gelora kekasih tiada hilang dalam perih walau rindu sejauh ibu jari,
dua jam duduk, atau dua hari menyiksa kaki
yang aku paham hanya hujan, bahwa kita bisa merayakan hati yang candu
karena jika kebesaran cinta di ukur dari seberapa sulit mengatakan selamat tinggal
aku lebih baik bisu

dalam dua jam duduk bersama karat karat yang menyiksa
atau dalam siksaan kaki dua bulan dan dua mentari
aku temukan keikhlasan
jika kaki tak menyiksa untuk siapa lagi aku melangkah
walau sebentar hati ini ingin singgah

karena tiada yang lebih mahal dari sebuah pertemuan

lalu akan ku bawa kau pada keindahan yang sunyi
begitu sunyi hingga yang kau dengar hanya jantung mu sendiri
dan kan ku biarkan rindu menjemput kita berdiri

7/18/15

Keributan Sunyi

Saya bersembunyi dalam darah pencuri yang mati di tikam tirani,
Demi rezeki atau sebongkah rupiah murni
Menjadi satu dengan senyum pelacur yang hingga kini menjadi batu,
Yang telah hilang dari kemurnian nafsu lalu di hujat ribuan yang pernah malu,
Di injak kaki kaki yang memasuki rumah rumah ibadah,
Beserta mulut mulut yang memuja kebesaran Tuhan

Jangan berhentii kau peluk erat jasad ku,
Walau yang tersisa hanya serpih serpih waktu
dan dosa dosa yang masih mengalir menancap seperti paku

Mereka, bajingan
Mereka rampas jutaan butir airmata yang ku tanamkan untuk senyum mu, se percik saja
Sekarang tiada lagi yang tertata dalam cerita,
Hanya darah darah yang mulai mengering di makan kejamnya dosa

Lalu dunia akan menceritakan aku dalam hitam dan setan setan yang bergerak dalam malam

5/4/15

Mencari Waktu

Kadang aku mencintai bayang
Gelapnya sinar yang gagal menembus waktu menjadi sejarah
Hasilkan rumusan bahwa aku mencintai gadis yang tak lagi ada
Karena setengah hati menyangkut pada masa lalu

Kadang aku mencintai fajar tapi sekarang sudah senja
Seperti terikat waktu tak kunjung henti bergerak
Sesal yang mengendap menjadi keras dan mengeras
Merusak system hati yang seharusnya bisa terobati

Kadang yang diperlukan hanyalah kesempatan
Tuk merayu waktu atau merayu kamu untuk kembali
 Karena jika kamu adalah pucuk kedua mataku

Kemana aku akan mencari?

Tragedi Romasa Angkasa

Senja kali ini rembulan  terlambat, mungkin jalanan padat
Hanya ada ilusi ilusi nya yang tampak membayang mengambang
Lekuk badan sahabatnya kian membayangi angkasa

Kala sepasang kekasih saling memandang di cakrawala
Bergelora, warna warni hati memenuhi aura
Membentuk kepadatan rasa seperti mempunyai sayap

Jingga warnanya, warna mereka berdua melepas rindu walau kadang biru
Hanya bertatapan mata walau detik selalu menarik
Kadang iri aku masih belum bisa begitu ikhlas seperti mereka yang iklaskan waktu

Ingin berdusta jika mereka adalah jiwa adam dan hawa
yang tidak rela dipersatukan oleh bumi tetapi Tuhan memahami

lalu bintang bintang hanya butiran kebahagian mereka berdua

2/25/15

Rusaknya Seorang Pria

Sekejap langit menjadi sunyi
Dan diantara suara hampa ia bernyanyi
Jerit jerit butir air menghempas bumi
Seketika menjadi diam dalam ramai

Wajahnya memucat seiring menghisap sebatang kebosanan
Darah habis di isap kejam ibu kota
Lalu hati nya? Tiada
Masih tertinggal pada gadis yang tak kunjung jumpa

Rindu pada ibu seperti batu
Menyangkut di dada nya tiada yang tau
Tak sanggup kaki pulang membawa malu
Pada mata ibu yang tak lelah menunggu

Perlahan mencari Tuhan

Tak jauh dari segumpal kematian

1/4/15

Demokrasi semut

Aku bersuara dalam demokrasi semut
Mulut menyatakan gula merah terlalu manis untuk rakyat hitam
Kita terlalu penuh dan tenggelam akan merah
Bahwa ternyata masih tersisa putih dalam kami

Hingga sungut sungut para petinggi saling mengirimi surat
Menyatakan putih adalah buah buat pikiran yang merusak tersirat
Menyatakan lawan adalah seseorang dari teman satu urat

Cintaku begitu besar untuk negeri ini
Kita harus menyatakan perang pada genggam koloni
Kini mulutku akan menyuarakan sampai mati

Lalu mereka bertarung
yang mengimani putih dan merah mengaung

Hingga pada suatu tempo
Aku mengerti akan warna
Terkadang kita harus diam tak mengumbar
Demi kamu aku harus berhenti menjadi kami

Merendung


Sesekali datang cuaca mendung
Merundukan hati untuk merenung
Di leher ku tergantung seutas kalung
Mengenang kamu yang pergi mengapung
Dan tatapan sebuah punggung

Berjatuhan angkasa
Tiada menghapus, senyum mu tersisa
Rindu, terasa lebih pisau menyiksa

Aku sudah berkali kali. mati
Tapi kamu lebih mati dari abadi
Aku cinta dan selalu cinta
Karena kamu jadi tujuan aku pulang

Rindu kerap mampir membawa duka
Walau hati pulang pada satu cerita

Selalu gemetar dada setiap nama mu berhenti di kuping
Dan hati terlempar pada tempo dimana kamu sepenuhnya aku
Kala nafas mu menari nari kecil di hati dan kecup pipi di depan pintu

Aku selalu percaya
Terbangkan isyarat isyarat hati pada hujan,
Kelak ia akan sampaikan bisik ku melalui dimensi dimensi mendung
Walau kamu tak kunjung pulang,
Ku tunggu pada ujung mata ku
Siapa tau ada rindu kecil di hati mu

Aku selalu percaya