mungkin Tuhan sedang senang
membiarkan ku mendengar nafasnmu
melihat dirimu di hadapan kedua mata buta ini
dan setiap langkah yang ku tapak
setiap tarikan nafas,
terselipkan namamu.
dan ku coret kan namamu
dalam buaian angin yang menyambar
atau mungkin ini yang terakhir
detik terahir aku bisa memandangmu
menikmati indahnya wajahmu
sebelum aku pergi
menembus mentari
puisi ini ku suratkan padamu
pada kedua matamu yang membaca
kan ku hias dengan bingkai
setiap kata kata yang keluar dari mulutmu
merangkai menjadi sebuah puisi
puisi terahir
- Fernando Diroatmodjo
- didalam suara kepala mu, Indonesia
- intagram, line, twitter: adofernando
5/31/10
5/29/10
Manusia
tawa biru dari batu
yang tergeletak bisu
memandang burung tak berparuh
berdansa dengan pohon tak berdaun
bunga ungu dari melayu
melambai lambai pada perahu
pertanda hujan yang palsu
pada senja biru
disini, sendiri
terjebak dalam ruang sunyi
memandang oase dunia berputar
dalam sisi surga dan neraka
manusia tenggelam
wajahnya memerah
anak kecil dari dunia
tersipu malu pandangan pangeran
dan menipu pada benalu
jadikan ia ratu
dan memulai
cerita roman malam hari
yang tergeletak bisu
memandang burung tak berparuh
berdansa dengan pohon tak berdaun
bunga ungu dari melayu
melambai lambai pada perahu
pertanda hujan yang palsu
pada senja biru
disini, sendiri
terjebak dalam ruang sunyi
memandang oase dunia berputar
dalam sisi surga dan neraka
manusia tenggelam
wajahnya memerah
anak kecil dari dunia
tersipu malu pandangan pangeran
dan menipu pada benalu
jadikan ia ratu
dan memulai
cerita roman malam hari
5/28/10
Mereka
mataku memerah
atas manusia yang menyerah
membasuh sembuah negara
kepalaku tertunduk
menatap bumi pertiwi dengan perih
badannku bergetar
di atas semua hitam yang melekat
pada Burung Garuda berbulu emas
mereka bernyanyi
pada saat sumpah itu
di atas janji putih
ia bernyanyi.
dan bermandikan airmata
manusia pinggir jalan
yang hanya bisa menghela nafas
dalam rimba ibukota
dalam topeng ia bersembunyi
menyelam di sela sela kepercayaan
atas manusia yang menyerah
membasuh sembuah negara
kepalaku tertunduk
menatap bumi pertiwi dengan perih
badannku bergetar
di atas semua hitam yang melekat
pada Burung Garuda berbulu emas
mereka bernyanyi
pada saat sumpah itu
di atas janji putih
ia bernyanyi.
dan bermandikan airmata
manusia pinggir jalan
yang hanya bisa menghela nafas
dalam rimba ibukota
dalam topeng ia bersembunyi
menyelam di sela sela kepercayaan
5/26/10
jika kelak aku
tertidur lelap berselimut tanah
menghadap pada cakrawala
menuai setiap darah yang ku tumpah
setiap rasa yang ku tebar
dan jika kelak aku
bisa melihatmu saat ku tak lagi bernafas
kan ku berikan kecupan terahirku
kan ku tumpahkan rasa cinta
walau tak terasa
walau terasa hampa
mungkinkah terjadi?
saat jantungku berhenti berdetak
aku masih sanggup mengeja namamu
membisikan puisi puisi ini
pada telinga mu itu
atau mungkin kau harus melupakan aku
agar ku bisa tetap mencintaimu
tertidur lelap berselimut tanah
menghadap pada cakrawala
menuai setiap darah yang ku tumpah
setiap rasa yang ku tebar
dan jika kelak aku
bisa melihatmu saat ku tak lagi bernafas
kan ku berikan kecupan terahirku
kan ku tumpahkan rasa cinta
walau tak terasa
walau terasa hampa
mungkinkah terjadi?
saat jantungku berhenti berdetak
aku masih sanggup mengeja namamu
membisikan puisi puisi ini
pada telinga mu itu
atau mungkin kau harus melupakan aku
agar ku bisa tetap mencintaimu
5/25/10
5/22/10
Selalu Indah
ayah, kau tau aku buta
akan segala cintamu padaku
ayah, kau tau aku tuli
akan segala ucap sayangmu
ayah, kau tau aku mati
akan segala kecup dirimu
sekarang kau disana,
terbujur kaku dengan senyummu
atau melayang tinggi bersamaNya
saat kudengar namamu
disebutkan di pucuk telinga
tulangku melembut
terjatuh pada keramik putih
mataku terbakar perih
hingga merah membara
tawamu terngiang
menggema di dalam kepala kecil ini
senyummu itu, selalu selalu indah
dan ku ulang
setiap pagi
wajahmu tampak membangunkan aku
dari tidur itu
kulihat kau
menjadi pasi
diatas lempengan besi keranda
menghadap cakrawala dunia
senyummu itu indah
selalu selalu indah
akan segala cintamu padaku
ayah, kau tau aku tuli
akan segala ucap sayangmu
ayah, kau tau aku mati
akan segala kecup dirimu
sekarang kau disana,
terbujur kaku dengan senyummu
atau melayang tinggi bersamaNya
saat kudengar namamu
disebutkan di pucuk telinga
tulangku melembut
terjatuh pada keramik putih
mataku terbakar perih
hingga merah membara
tawamu terngiang
menggema di dalam kepala kecil ini
senyummu itu, selalu selalu indah
dan ku ulang
setiap pagi
wajahmu tampak membangunkan aku
dari tidur itu
kulihat kau
menjadi pasi
diatas lempengan besi keranda
menghadap cakrawala dunia
senyummu itu indah
selalu selalu indah
5/21/10
Pelataran Mimpi
di pinggiran siang aku melangkah
saat mentari mementah
dan berlalu pada senja biru
tergeletak tubuh ini
pada sandaran pohon berjari.
lalu ku petik bintang itu
dan menaruhnya di atas rabut hitammu
lalu ku curi bulan itu
dan mengikatnya bersamamu
detik demi detik
ku bunuh bersamamu
diatas gumapalan awan yang dingin itu
memandang dunia yang semakin biru
disini ku bisa mengukir jantung ini dengan namamu
menyayatnya dengan pelukanmu
dan mungkin aku takkan terbangun
dari mimpi siang tadi.
agar tetap bersamamu
agar tetap melihat senyum itu
agar namamu bisa terus ku dengar.
dalam pelataran mimpi siang tadi
saat mentari mementah
dan berlalu pada senja biru
tergeletak tubuh ini
pada sandaran pohon berjari.
lalu ku petik bintang itu
dan menaruhnya di atas rabut hitammu
lalu ku curi bulan itu
dan mengikatnya bersamamu
detik demi detik
ku bunuh bersamamu
diatas gumapalan awan yang dingin itu
memandang dunia yang semakin biru
disini ku bisa mengukir jantung ini dengan namamu
menyayatnya dengan pelukanmu
dan mungkin aku takkan terbangun
dari mimpi siang tadi.
agar tetap bersamamu
agar tetap melihat senyum itu
agar namamu bisa terus ku dengar.
dalam pelataran mimpi siang tadi
5/20/10
Maju Tak Gentar
maju tak gentar,
membela yang beyar!!
maju tak gentar,
mari kita serang!!
maju serentak,
ambil uang rakyat!!
maju serentak,
jangan tanggung tanggung!!
reff:
korupsi, serentak
serentak, menghilang
korupsi serentak hilang
tak gentar, tak gentar
hakim suap lenyap
korupsi, serentak, hilang!!
membela yang beyar!!
maju tak gentar,
mari kita serang!!
maju serentak,
ambil uang rakyat!!
maju serentak,
jangan tanggung tanggung!!
reff:
korupsi, serentak
serentak, menghilang
korupsi serentak hilang
tak gentar, tak gentar
hakim suap lenyap
korupsi, serentak, hilang!!
Koin
seniman itu berkarya
diatas trotoar jalan raya
yang membakar bagai bara
dialasi kardus bekas usang
dengan gitarnya ia menyayat nada
membuatnya semakin indah
dihias suara indahnya yang berkibar
dahinya berkeringat kusam
saat ia bernyanyi sendiri
mengumpulkan kepingan koin
setiap keping di dalam topi lusuhnya
yang ia tukar dengan sebungkus nasi
untuk mengganjal rasa lapar yang membunuh
lalu ia pulang pada sarang
tergeletak lelah pada tanah dingin
mengigil ia bergetar
ia sedang bermimpi
biarlah ia bermimpi
sebelum mimpi itu dilarang
rambutnya pirang
dibakar mentari siang
yang tak punya rasa kasihan
menghukum dunia usang
diatas trotoar jalan raya
yang membakar bagai bara
dialasi kardus bekas usang
dengan gitarnya ia menyayat nada
membuatnya semakin indah
dihias suara indahnya yang berkibar
dahinya berkeringat kusam
saat ia bernyanyi sendiri
mengumpulkan kepingan koin
setiap keping di dalam topi lusuhnya
yang ia tukar dengan sebungkus nasi
untuk mengganjal rasa lapar yang membunuh
lalu ia pulang pada sarang
tergeletak lelah pada tanah dingin
mengigil ia bergetar
ia sedang bermimpi
biarlah ia bermimpi
sebelum mimpi itu dilarang
rambutnya pirang
dibakar mentari siang
yang tak punya rasa kasihan
menghukum dunia usang
5/17/10
Pertunjukan Senja
suatu sore dimana sang burung berdansa
dengan suara nyanyian manusia di atas sajadah
nada nada yang melengkung indah pada senja
biru seperti samudra
dan merah seperti bara
ku dengar potongan kilat itu
yang terjatuh dari gumpalan awan kelabu
membawa air untuk menghapus debu
yang menempel pada batu
menyelimuti semua bintang yang berkedip
di atasnya
dan katak pun bernyanyi
menyambut hujan
menghiasi senja yang sekarat itu
menuju waktu malam gelap
anginpun berlarian
saling mengejar dengan desing desingnya
menutup acara senja merah kebiruan
dengan suara nyanyian manusia di atas sajadah
nada nada yang melengkung indah pada senja
biru seperti samudra
dan merah seperti bara
ku dengar potongan kilat itu
yang terjatuh dari gumpalan awan kelabu
membawa air untuk menghapus debu
yang menempel pada batu
menyelimuti semua bintang yang berkedip
di atasnya
dan katak pun bernyanyi
menyambut hujan
menghiasi senja yang sekarat itu
menuju waktu malam gelap
anginpun berlarian
saling mengejar dengan desing desingnya
menutup acara senja merah kebiruan
5/15/10
aku mencintainya.
maaf jika aku bersalah.
aku menyayanginya.
maaf jika aku menyakiti.
inilah aku, manusia
ku kaguminya diam diam
tanpa suara, sunyi..
memastikan tak ada yang mengetahui
namanya tertera dalam setiap hela nafas
wajahnya terpampang di halaman langit
dan aku hanyalah kerikil kecil
tanpa nama, tanpa suara
mengapa cinta?
mengapa aku?
manusia yang terlalu bodoh untuk menikmati kepedihan
yang mereka namakan cinta
mungkin kita tak seharusnya bertemu disini
kita seharusnya bertemu dalam mimpi malam tadi
saat bulan masih berdansa
agar semua kesempurnaan bisa aku berikan
karna disini semua hanyalah kepedihan
dan namamu,
akan selalu terukir dibuku ku
walau namaku,
takkan ada dalam buku mu
maaf jika aku bersalah.
aku menyayanginya.
maaf jika aku menyakiti.
inilah aku, manusia
ku kaguminya diam diam
tanpa suara, sunyi..
memastikan tak ada yang mengetahui
namanya tertera dalam setiap hela nafas
wajahnya terpampang di halaman langit
dan aku hanyalah kerikil kecil
tanpa nama, tanpa suara
mengapa cinta?
mengapa aku?
manusia yang terlalu bodoh untuk menikmati kepedihan
yang mereka namakan cinta
mungkin kita tak seharusnya bertemu disini
kita seharusnya bertemu dalam mimpi malam tadi
saat bulan masih berdansa
agar semua kesempurnaan bisa aku berikan
karna disini semua hanyalah kepedihan
dan namamu,
akan selalu terukir dibuku ku
walau namaku,
takkan ada dalam buku mu
5/13/10
Sang Pemangsa
matanya yang tajam itu berkedip
bersiap memangsa
kakinya menyentuh bumi yang bergetar
melambaikan sinyal rampas
tak kunjung tiba
lalu ia berlalu kencang
mangsa itu panik
berteriak,
COPET!!!
bersiap memangsa
kakinya menyentuh bumi yang bergetar
melambaikan sinyal rampas
tak kunjung tiba
lalu ia berlalu kencang
mangsa itu panik
berteriak,
COPET!!!
5/10/10
Penjaga Makam
lampu itu bekedip kepadaku
ditengah hutan gulita
yang merebah rindang, menghadang angin
ku kira itu bintang yang lain
yang meliuk liuk berbicara
dengan kekasihnya,
seperti senja
saat mentari dan bulan hampir bertemu
melampiaskan kerinduan mereka berdua
hanya sekian detik
mereka menari...
dan malam berseri
bersama para bintang menemaninya
lampu itu bercerita
tentang hari harinya sendiri
bersama tuannya yang tua itu
yang memberinya nafas setiap senja hingga malam
menjaga yang telah mati
tenggelam dalam tanah merah
tuannya itu selalu berteduh
di dalam Masjid putih
dan menyanyikan ayat ayat suci di atas sajadah
menunggu waktunya tiba
walau senyuman itu tak pernah mati..
ditengah hutan gulita
yang merebah rindang, menghadang angin
ku kira itu bintang yang lain
yang meliuk liuk berbicara
dengan kekasihnya,
seperti senja
saat mentari dan bulan hampir bertemu
melampiaskan kerinduan mereka berdua
hanya sekian detik
mereka menari...
dan malam berseri
bersama para bintang menemaninya
lampu itu bercerita
tentang hari harinya sendiri
bersama tuannya yang tua itu
yang memberinya nafas setiap senja hingga malam
menjaga yang telah mati
tenggelam dalam tanah merah
tuannya itu selalu berteduh
di dalam Masjid putih
dan menyanyikan ayat ayat suci di atas sajadah
menunggu waktunya tiba
walau senyuman itu tak pernah mati..
Anak Bumi
aku anak bumi,
masih pantaskah aku menagih janji?
atas semua lirih dunia
aku anak bumi
pantaskah aku menghirup udara?
di tengah debu dunia
yang berdansa bersama abu
di ambang tiga dimensi
aku anak bumi
yang bersujud pada mentari
dan terus menari
hingga aku mati
meninggalkan peti
tak berisi
masih pantaskah aku menagih janji?
atas semua lirih dunia
aku anak bumi
pantaskah aku menghirup udara?
di tengah debu dunia
yang berdansa bersama abu
di ambang tiga dimensi
aku anak bumi
yang bersujud pada mentari
dan terus menari
hingga aku mati
meninggalkan peti
tak berisi
5/9/10
Sepotong Cerita Untuk Bunda
dan butiran terahir darahku
ku letakkan ditelapak kakimu
Kau pernah berkata
Kau pernah bercerita
akan masa kecil itu
saat aku terbata bata membaca kata
dalam nyanyian buta
ku ingat bunga bunga yang tertera
dalam garis bibirmu
saat aku terluka merah
dan Kau mengecupnya dengan sentuhan ajaib
dan memelukku dengan cinta
hingga aku tenggelam didalamnya
saat aku menangis terjatuh dari sepeda
Kau memegang erat tanganku
sepeda roda tiga
sepeda cinta dari Bunda
aku sedih, pilu rasanya
melihat barisan keringat pada keningmu
yang berlomba turun
membasahi ragamu
dan aku hanya bisa melagukan nada nada tangis
yang membuat wajahmu memerah
setiap nafasmu adalah pesan untukku
yang kau bisikan pada udara buta
Bunda, maafkan aku atas segala dosa yang melekat
Bunda, maafkan aku atas setiap butir airmata mu
Bunda, maafkan aku. puisi puisi kecil ini milik mu
Bunda, maaf ...
ku letakkan ditelapak kakimu
Kau pernah berkata
Kau pernah bercerita
akan masa kecil itu
saat aku terbata bata membaca kata
dalam nyanyian buta
ku ingat bunga bunga yang tertera
dalam garis bibirmu
saat aku terluka merah
dan Kau mengecupnya dengan sentuhan ajaib
dan memelukku dengan cinta
hingga aku tenggelam didalamnya
saat aku menangis terjatuh dari sepeda
Kau memegang erat tanganku
sepeda roda tiga
sepeda cinta dari Bunda
aku sedih, pilu rasanya
melihat barisan keringat pada keningmu
yang berlomba turun
membasahi ragamu
dan aku hanya bisa melagukan nada nada tangis
yang membuat wajahmu memerah
setiap nafasmu adalah pesan untukku
yang kau bisikan pada udara buta
Bunda, maafkan aku atas segala dosa yang melekat
Bunda, maafkan aku atas setiap butir airmata mu
Bunda, maafkan aku. puisi puisi kecil ini milik mu
Bunda, maaf ...
5/7/10
Waktu
umur ini bertambah
waktu di bumi berkurang
dan
semua itu akan hilang
dimainkan oleh dalang
tak bertulang tak bersulang
menegakkan dengan orang
menumbangkan dengan parang
dengan jarum detik yang berdentang
yang menggerogoti dunia perlahan
akankah kau bertahan
saat semua tergeletak matang
akankan kau bertahan
saat semua terjual mahal
dan mungkin kita hanya sunyi
tanpa suara tanpa bunyi
tanpa engkau aku mati
saat mereka menikmati
dimana terdapat retak gigi
tempat hitam putih menjadi bumi
aku kan bertahan, aku kan bertahan hingga letih
mungkin hingga mentari berseri
pada raga yang bersih
mungkin mentari dan rembulan menari
dan cinta tidaklah mati
waktu di bumi berkurang
dan
semua itu akan hilang
dimainkan oleh dalang
tak bertulang tak bersulang
menegakkan dengan orang
menumbangkan dengan parang
dengan jarum detik yang berdentang
yang menggerogoti dunia perlahan
akankah kau bertahan
saat semua tergeletak matang
akankan kau bertahan
saat semua terjual mahal
dan mungkin kita hanya sunyi
tanpa suara tanpa bunyi
tanpa engkau aku mati
saat mereka menikmati
dimana terdapat retak gigi
tempat hitam putih menjadi bumi
aku kan bertahan, aku kan bertahan hingga letih
mungkin hingga mentari berseri
pada raga yang bersih
mungkin mentari dan rembulan menari
dan cinta tidaklah mati
5/5/10
burung kecil itu terbang
tanpa satu kepakan sayap
ia mengambang pada lintasan angin yang menerpa
sepertinya ia mengarah
pada gumpalan awan maha karya
biru seperti samudra
jingga seperti daun musim panas
manusia melangkah pulang
dengan tawa yang masih menempel pada wajah
bermain, bercanda, bersuka, bersenang
indah
dunia itu indah
karena aku mencintaimu dunia itu indah
karena engkau melihat ke arah ku
dunia itu indah
karena aku berdiri disampingmu
dunia itu indah
walau umurku dimakan waktu
aku hanyalah untukmu
dan dunia itu indah
lintasan angin itu bermain pasir
berterbangan di tengah dimensi
menunggu air menghujani
aku duduk, diatas kayu putih
berayun dingin
menghabisi waktu dengan berfikir
jika aku mati...
tanpa satu kepakan sayap
ia mengambang pada lintasan angin yang menerpa
sepertinya ia mengarah
pada gumpalan awan maha karya
biru seperti samudra
jingga seperti daun musim panas
manusia melangkah pulang
dengan tawa yang masih menempel pada wajah
bermain, bercanda, bersuka, bersenang
indah
dunia itu indah
karena aku mencintaimu dunia itu indah
karena engkau melihat ke arah ku
dunia itu indah
karena aku berdiri disampingmu
dunia itu indah
walau umurku dimakan waktu
aku hanyalah untukmu
dan dunia itu indah
lintasan angin itu bermain pasir
berterbangan di tengah dimensi
menunggu air menghujani
aku duduk, diatas kayu putih
berayun dingin
menghabisi waktu dengan berfikir
jika aku mati...
5/4/10
Pengelana Malam
lalu ia keluar dari kegelapan dunia
membawa butiran airmata
ia berkaca pada lempengan besi
melihat wajahnya berkarat pasi
ia mengadah ke atas
melirik jarum jam yang seakan mengejek
bahwa ia sebatang kara
langkah kecilnya bawakan suara
dan mengumbarnya ke seluruh dunia
perduli setan dengan mereka
mereka tak pernah mengerti
lalu jantungnya beradu cepat
dengan kereta malam hari
membungkam dunia malam
di dalam tas merah
ia berjalan
tak menengoh
menjatuhkan air mata
dan senyum pesona
membawa butiran airmata
ia berkaca pada lempengan besi
melihat wajahnya berkarat pasi
ia mengadah ke atas
melirik jarum jam yang seakan mengejek
bahwa ia sebatang kara
langkah kecilnya bawakan suara
dan mengumbarnya ke seluruh dunia
perduli setan dengan mereka
mereka tak pernah mengerti
lalu jantungnya beradu cepat
dengan kereta malam hari
membungkam dunia malam
di dalam tas merah
ia berjalan
tak menengoh
menjatuhkan air mata
dan senyum pesona
Karya Seorang Manusia
sayatan senar gitar itu tercetak abadi
dalam ruang hampa tak terhapus
jari itu menari diatas emosi jiwa
melemparkan segala suka duka
dan sebatang rokok yang terbunuh api
ia memakan asap abu abu
mengambang di atas panggung
di sengat sinar lampu sorot
kertas itu, memandu cerita ke cerita
setiap puisi bernada itu ia cetak
dengan goresan tinta hitam dalam kertas putih
dengan lengkungan setiap nada yang ada
ia berkarya dalam telinga
keriput dahinya
berpikir
mengukir
hingga semua menjadi satu
hingga semua menjadi batu
dalam ruang hampa tak terhapus
jari itu menari diatas emosi jiwa
melemparkan segala suka duka
dan sebatang rokok yang terbunuh api
ia memakan asap abu abu
mengambang di atas panggung
di sengat sinar lampu sorot
kertas itu, memandu cerita ke cerita
setiap puisi bernada itu ia cetak
dengan goresan tinta hitam dalam kertas putih
dengan lengkungan setiap nada yang ada
ia berkarya dalam telinga
keriput dahinya
berpikir
mengukir
hingga semua menjadi satu
hingga semua menjadi batu
5/2/10
Manusia Senja
hey engkau,
punyakah engkau peta menuju hatimu
bolehkah aku memiliki sepotong saja?
hey engkau,
bisikanlah aku tentang sepotong hidupmu
janganlah engkau berbicara kematian
karena aku menikam waktu
menyayat dunia
membunuh jarak
untuk bertemu engkau
tetapi dimanakah enkau?
apakah engkau berada setelah atau sebelum?
dimanakah engkau?
dan jika kau mencari diriku
aku adalah senja dan selalu senja
bukan malam dan bukan siang
walau terkadang aku menghiasi waktu
senja yang menjadi malam
jika aku mati
tempat terindah untuk mati
adalah dalam pelukan ragamu..
punyakah engkau peta menuju hatimu
bolehkah aku memiliki sepotong saja?
hey engkau,
bisikanlah aku tentang sepotong hidupmu
janganlah engkau berbicara kematian
karena aku menikam waktu
menyayat dunia
membunuh jarak
untuk bertemu engkau
tetapi dimanakah enkau?
apakah engkau berada setelah atau sebelum?
dimanakah engkau?
dan jika kau mencari diriku
aku adalah senja dan selalu senja
bukan malam dan bukan siang
walau terkadang aku menghiasi waktu
senja yang menjadi malam
jika aku mati
tempat terindah untuk mati
adalah dalam pelukan ragamu..
5/1/10
Saat Waktu Berhenti
saat bumi tak berputar
aku mampu membisikan kata cinta di telingamu
saat bumi tak berputar
aku mendekapmu dengan seluruh raga ini
dan aku hanyalah sepotong lilin
yang menunggu minyaknya habis
dan cintaku adalah api dipucuk lilin itu
yang memberi inti hidupku
juga membunuhku mati perlahan
dan mungkin engkau akan melempar
gumpalan angin terlebih dulu
pada saatnya aku akan menyelam dalam kematian
takkan ku bungkam semua kenangan kita
takan ku tutup rapat album itu
mungkin kau tau,
suatu masa dimana engkau setengah terlelap
dan setengah terbangun
disana aku akan tetap mencintaimu
hingga mentari menari dengan rembulan
di lantai dansa biru itu...
aku mampu membisikan kata cinta di telingamu
saat bumi tak berputar
aku mendekapmu dengan seluruh raga ini
dan aku hanyalah sepotong lilin
yang menunggu minyaknya habis
dan cintaku adalah api dipucuk lilin itu
yang memberi inti hidupku
juga membunuhku mati perlahan
dan mungkin engkau akan melempar
gumpalan angin terlebih dulu
pada saatnya aku akan menyelam dalam kematian
takkan ku bungkam semua kenangan kita
takan ku tutup rapat album itu
mungkin kau tau,
suatu masa dimana engkau setengah terlelap
dan setengah terbangun
disana aku akan tetap mencintaimu
hingga mentari menari dengan rembulan
di lantai dansa biru itu...
Subscribe to:
Posts (Atom)