didalam suara kepala mu, Indonesia
intagram, line, twitter: adofernando

4/30/10

Nasrani

berhenti
cobalah berhenti
raga itu bergulat
melahirkan barisan tetes keringat darah
biarkan aku berlutut di hadapanmu
dan mengusap kerigat bercampur debu di wajah itu
aku mohon

Engkau tak salah
Engkau tak pernah salah
kayu itu tak pernah mengerti
mereka tak pernah mengerti

mahkota duri itu menciumiMU
cambuk itu merayap di kulitMu
melukiskan garis garis berdarah merah mulia
bukan bukan salah mereka
maafkan lah mereka

lalu semua malaikat menangis
meratapi darahMu yang mengucur

4/29/10

Dalang ...

suaranya bergema indah di tengah
dari sana ia bersuara indaah
lengkungan nada itu memasuki telingaku

sambil menggerakan boneka ditangannya
menggerakan tulang belulang itu
bayangan keriputnya tampak pada latar
latar putih, bayangan hitam

seribu suara ia nyanyikan
menjalani hidup seorang pangeran
dan menjalani hidup seorang pengemis
rambut putih itu menyatakan ia lelah
menanti tidur seribu tahun
yang tak kunjung datang

latar itu bercerita
wajah itu bersandiwara
nafas itu terhela
ditengah cerita

tubuhnya tumbang
warisan tradisional...
dan aku berjalan
menembus debu yang mengambang itu
dimana kepercayaan dijual murah
saat mereka menjual suatu kepercayaan
dakam harga limaribu rupiah

ia melempar
ia melemparkan segumpalan hitam pada temannya
terus melempar
terus menangkap
hingga lenyap dari mata manusia

aku berjalan
langkah demi langkah
mencari seluk beluk ditempat manusia merayap
melangkah masuk kedalam
rumah yang tak berpintu
dimana cahaya mentari bisa menembus embun pagi
menelusuri tempat dimana ia melangkah

lalu aku memandangnya
butiran airmata menebal pada permukaan mata
mata itu..

wajah kecil itu menoleh ke arah ku
wajah kecil itu melempar tangis
ia berpaling, menutup muka dari tatapan
membuang dunia kedalam kelam


mencuri nafas dalam sela hidup
menusukkan sebatang pisau kedalam perutnya
" tuan, lemparkanlah tubuh ini kedalam laut sebab aku tak pernah merasakannya ..."


ia pun menyelam kedalam ke dalam maut
dan aku melihat selembar kertas putih yang menggumpal
di kantongnya
bertuliskan bahwa ia menyusul orangtuanya

"terlalu sepi di dunia ini.."

4/27/10

Ingatlah Ini

lantai dua langit biru
aku melihat sekelompok burung

lantai dua bumi pertiwi
aku melihat segumpal emas bertebaran

dan di tengah tengah langit dan bumi
aku melihat manusia indonesia merayap
aku melihat para pengemis bergeletakan
aku melihat sampah mengambang
aku melihat selipan uang kotor di kantongnya

nyawa mereka...
masih ingat kah engkau?
darah mereka...
masih ingat kah engkau?

mereka yang di tusuk belati
yang di gempur musuh
dan mereka yang mati di garis depan
lupa???

tergantikah itu?
dihargaikah itu?
dimaknaikah itu?
dengan lomba 17agustus?
dengan hiasan hiasan sepeda 17agustus?

mereka mati
mereka menangis
mereka terkikis
mereka dihabisi

engkau membuang makna itu
engkau merobek perjuangan itu
engkau menginjak harga diri bangsa ...
lembaran angin itu ku coret
dengan gambar gambar kehidupanku
dan aku biasa bercakap
dengan semut semut merah yang sedang bekerja

bercerita bercengkrama
merajut cerita tentang dunia
merajut cerita tentang hidup
merajut cerita tentang cinta

dan dalam kanvas putih aku menggambar
menggambar idahnya dunia ini
seperti sayatan biola tua oleh sang tuan
melemparkan butiran merah darah

tak bermakna
tak di kenang

dan kupertegas tiang tiang
yang memisahkan kita berdua
bukan, itu bukan tiang kebencian
seperti anak sungai yang terbelah dua

lalu kupetik satu butir airmatamu
untuk menyuburkan tanah kuburku
dan sudikah engkau menghapus nama yang tertera di permukaan batu nisan ini?
menuliskannya kembali pada lembaran angin itu..

4/26/10

Kakek Tua

dan ia terjatuh dari atas genting
mengabadikan indahnya langit dalam sebuah kamera tua
tawa kecilnya keluar dengan muka malu
senyum simpulnya tampak pada wajah itu
gigi palsu itu lepas dari rahangnya
kulit keriput itu merah terhempas tanah
rambut putih itu ternoda lumpur cair

lalu ia melangkah masuk kedalam sarang
sambil tersenyum karena berhasil

memamerkan hasil jerih payahnya pada cucu nya
diletakan foto hitam putih itu di ruang tengah
lalu tertawa bersama keluarga hangatnya

menyelipkan bunga putih itu
disela telinga pasangan hidupnya
seakan menjadi abadi bersamanya
takkan terhapus
takkan terlupakan
akan saling mengenang

dan saling memandang, mengulang masa masa indah
yang masih berjalan bersama langkah mereka

dua tetes airmatanya jatuh
dengan senyum bolong itu,

ia pergi, ia telah pergi
menyelam kedalam tanah
mengambang di atas sana
tak kuasa ia menangis
menanti bersama kembali

4/24/10

Detik Akhir

tak kuasa ia menahan beban
ia menjatuhkan senjatanya
berseragam hijau
bersepatu hitam

lalu ia melemparkan airmata di tengah medan tempur
saat desing peluru berhaburan
saat dentum meriam menghantam bumi

kakinya panas
tertusuk peluru besi musuh di depan
berlutut ia pada tanah
lalu menghadap pada cakrawala
di tangannya ada sepuntung mawar merah bertangkai hijau
disimpan untuk kekasihnya
kata kata tak lagi bermakna
saat sebutir peluru lagi menusuk dada

terkapar diantara dua sisi
menjalin persahabatan dengan waktu
aku...
angin aku mencintainya
sampaikan itu, wahai angin
bumi aku takut
sampaikan kepadanya bahwa aku berani

lalu waktu berhenti sejenak menjelang kematian
darahnya berhenti mengalir
dan sepertinya itu adalah selamanya
semua diam
semua membeku
semua hitam
detik ahir hidup ini

aku buta?
aku mati.
aku mencintaimu
hingga kematian menjemput..

4/22/10

sandiwara

bedak tebal, lipstik merahnya
memperjelas bahwa ia berwajah seribu
wajahnya berkerut
menambah garis garis pucat wajahnya

lingkar merah di tangannya
merusak indah tubuhnya
ia berdiri disana, entah
entah ia menunggu
entah ia bersandiwara
entah ia bersukacita

lincah tangannya memainkan puntung rokok
yang ia hisap hingga kenyang
mempertanyakan hidupnya
yang mengambang bagai asap rokok
menutupi hidupnya dari dunia
tak melangkah tak dikenang
tak diingat tak dikenang

nikmati lirik lagu john lennon
"Imagine all the people Living life in peace"

lalu ia buang puntung rokok itu,
melangkah ke pada seorang lelaki
menjalani hari malamnya...

Kaki Kecil

koran pagi di jual malam
kaki mungil mengejar mimpi
menjajakan lembar koran pada setiap mobil
menanti uluran tangan pembeli
mengulurkan uang seribu rupiah

tak mengenal dan tak dikenal
tak berarti dan tak dikenang
bagai hembusan angin sore suram

tak berhenti hingga hari berahir
ia lelah, ia kotor
sakit kakinya tertusuk panas aspal jalan raya
muka mungil polos itu tertutup debu jalanan

ia merayap di trotoar
menanti hasil penjualan untuk bunda
yang menguras keringat di bar malam
menyusup diantara serigala kota besar
menjajakan raga diantara serigala itu

tangisnya terurai saat malam hari
anak itu mendengarnya,
tangis itu merobek telinganya
dan menusuk dunianya
ia berjalan teruntai untai
menuju bunda tercinta

"Ibu, aku menyayangimu"
mendekapnya dengan cinta kasih,
mendekapnya hingga perih itu hilang

4/20/10

Hilang

aku berjalan langkah demi langkah
jauh hingga tertutup garis bumi,
tersesat di atas bayangan mentari sore aku bertahan
melihat angin berlarian di sela sela langit
lincah..
tak beralur, tak teratur, tanpa perintah, bebas

lalu aku menyelam dalam malam
melihat mentari tersandung di depan
tak kuasa menahan dirinya

aku ingin pulang
anak hilang
di tengah tengah pasang
walau aku tak bersarang

lampu lampu genit bagai menarik orang
di pinggir jalan sela sela kota

aku bersila
menggaruk kepala
harus kemana?
tak tentu arah

mengambang di waktu malam
lupa jalan pulang
melihat sang bulan pucat di atas bayangan
peras airmata ku hingga kering
pada malam terang aku bersila
tak ada tujuan

dan jika aku mati disini
tuliskan namamu di atas batu nisan kuburku
agar mereka kematian tak menemukanmu
dan maukah engkau mengukir
eja namaku di pasir pantai utara

4/19/10

Ein

senyum simpul di wajahnya,
gigi besar dihias bibir tebalnya,
rambut lepekmu,
kelakuan anehmu,
canda garingmu,


kalian yang melangkah ke dalam hidupku
membawa berjuta warna dari kebun canda
membawa berjuta luka kehidupanku

dinding ini menjadi saksi bisu pertempuran besar dan menjadi saksi bisu persahabatan kekal
dan ingatan itu tak terkikis waktu,
tak tersentuh
tak ada yang bisa mengambilnya dariku
takkan ku biarkan

salah satu dari beberapa ingatan berhargaku
yang ku taruh di dalam jiwaku

Dua

ada sebuah zaman dimana aku tidak bernafas
tidak disebut mati dan tidak disebut hidup

saat aku berbentuk jiwa yang bebas
saat aku bisa menyelam ke pada malam
dan berteriak sekuatnya
melempar amarah pada cakrawala

lepas waktu sang cakrawala melukiskan indahnya dunia
melukiskan mentari di bawah mendekati tanah,
dan awan awan tersapu kepadanya
dan bintang berlarian mengejar mentari
membuat sang bulan terpana dibaliknya

lalu aku duduk,
memandangi lukisan itu dari kejauhan
tetes airmataku keluar tanpa sebab
jiwaku bergetar sekuat beban yang merayap di punggung ini
terpaku tubuhku tak bergerak
dan ia datang menghapiriku
memandangi indahnya lukisan itu bersama
lalu memeluk ku erat,
membunuh waktu di tempat itu

memandang beberapa butir airmata menempel di pipinya
sunyi, diam, tak ada suara
dentum jantungkupun melambat
nafaskupun tersela



hingga kanker mengambil alih raga ku...
dan malaikat tersenyum kepadaku...

4/17/10

???

Tuhan,
jika aku booleh bertanya, aku akan bertanya ini:

1. mengapa jari manusia ada lima?
2. mengapa bumi berputar?
3. mengapa aku memerlukan ayah?
4. mengapa Kau menciptakan aku?
5. apakah bentukmu?
6. apakah salah mencintai?
7. apakah kita harus tersiksa?
8. mengapa cinta itu sakit?
9. mengapa cinta tak bisa berhenti?
10. mengapa Kau menciptakan ingatan?
11. mengapa manusia diciptakan hanya dua?
12. mengapa aku pria?
13. mengapa dia wanita?
14. mengapa aku terus bertanya?
15. mengapa aku terus mencintai walau cinta itu sakit?

4/11/10

Ayah

malam ini menyantap beberapa protein dan sayuran sederhana
ditemani butir butiran nasi ini, dan tetesan air di gelas kaca
lilin menyinari beberapa sudut kamar dialasi dengan tiker anyam

keringatnya mengucur
dari kepala sampai kaki kerjanya siang hari
tak ada butir embun, tak ada siaran mentari tertutup tebing kota
sepagi ini sepanas neraka sepertinya mentari mendekat

ibu, mencuci helaian baju manusia
ayah, mengangkut beras di kios seberang tangan
anak, menelusuri jalan menawarkan nanyian sia sia yang menghasilkan uang

baju bajunya terselubung debu
wajah cantiknya terselubung debu
kakinya merayap di sela sela kota
merampas keberuntungan dari dunia

terbakar kulitnya
terbakar rambutnya
terbakar kakinya tak beralas

"ayah, mengapa mereka menaiki mobil? aku ingin"
"nak anakku sayang, dengarlah ratap ayahmu ini"
"ayah, mengapa mereka bersepatu kaca? aku ingin"
"nak anakku sayang, tataplah airmata ayahmu ini"

sang buah hati membunuh ayahnya dengan pertannyaan itu
sang buah hati yang masih tulus itu tak mengerti
"nak ayah akan belikan sepatu kacamu itu"

beberapa hari berlalu
beberapa bulan terlewati

"yah dimana sepatu itu? ayah sudah janji"
"anakku sayang, ayah takkan sanggup membeli mu sepatu itu"
"aku mau itu!" bentak anaknya dan pergi berlalu

esok harinya di pagi pagi buta selubung jakarta
terdapat sepasang sepatu indah, berkilau terang
sepatu itu sepatu kaca impiannya

"bu, dimana ayah?"
"nak, kelak kamu akan mengerti ayahmu sangat menyayangimu. ia menukarkan dirinya dengan sepasang sepatu itu"
senyum miris sang bunda dilengkapi air mata yang menatap senyum anaknya.

4/10/10

pucuk dunia telah bergema
untaian awan putih terlukis indah
dan jarum jam yang menari anggun

ia bersama
ia bertahan bersama mereka
ia menunggu sang pujaan melangkah hangat
melemparkan senyum simpulnya yang manis
merekayasa dunia

ia jenuh
ia bosan
lalu ia pergi membeli beberapa tetes air
semua sirna
jenuhnya sirna

membunuh waktu di sekitarnya menunggu kekasih
duduk di kolong pohon rindang seribu daun
melihat dua merpati yang berbagi cinta
"indah cinta itu indah" ucapnya dengan senyum

lalu,
seseorang menjumpainya
memberi surat berwarna putih
dibungkus warna biru
berisi

" sayangku, aku pergi"

4/9/10

cerita

jangkauan jarum jam detik yang menusuk mental
bisikan suaramu yang tak kunjung lenyap

menekankan bahwa hidup takkan lama
dan duniaku segera lenyap, habis

ya itu adalah kau,
semua siksaan hidupku
semua yang mengajariku bahwa hidup tak pernah adil

mencintai, adalah kesalahan terbesar dalam hidupku
dan "cinta" takkan berahir di kehidupan dunia
mencintaimu adalah siksaan terbesar dalam hidup ini

tak bisa berpaling
tak bisa memejamkan kedua mata ini
seakan kau adalah segalanya yang ada
seakan kau adalah putri yang turun menaiki cakrawala
bermahkota emas berkilauan sinar mentari
dan didalam cerita malam,
aku hanyalah salah satu dari seribu pengemis
dan bisa mendapatkan hati sang putri

tetapi ini dunia, sadarlah...
dengan bisa memandangmu dari kejauhan
aku merasa cukup.
karena "cinta" bukanlah sesuatu yang dapat dimiliki
karena "cinta" adalah sesuatu yang hanya bisa di pandang
"cinta" hanya dimiliki oleh orang yang suci hatinya, tulus

dan kurasa aku bukanlah orang itu
"cinta" membuat sesama manusia rela membunuh
membuat keributan antara dua negara
membuat beribu orang meninggalkan dunia

ya aku akan cukup jauh untuk memandangmu.

4/6/10

Diary Ikan Mas

tenggelam melayang
dibawah gelombang
diatas kerikil
mengambang airmatanya
mengambang harapannya

kilauan sisiknya menyinari rumahnya
biasan sinar mentari bertabrakan

lidahnya kering walau ia berlimpah air
sunyi, sunyi dunia menjelang kematian
berpaling ia dari sinar lampu itu

tak diharapkan ini terjadi
neraka seakan mendekap
surga seakan menjauh
dan dunia seakan terbelah


2-1-2010

hari ini majikanku terlambat memberiku makan, haduh sakit rasanya perut ini. ia sehabis bermain bola dengan temannya yang berbau busuk itu.

3-1-2010

kelaparan, perih, sakit, perutku tercabik, kosong. ia melupakan aku yang ia beli duabelas hari lalu.

4-1-2010

dunia bertambah gelap, dan aku menulis puisi terahirku.

terlalu banyak bicara untuk ikan mas yang sekarat ini.

4/5/10

Mawar Hitam Putih Sang Pejuang

di tengah lautan padi yang bergelombang
tergenggam sepuntung bunga mawar

tak bercorak merah, tak berhias mahkota
berwarna hitam, bertangkai putih

tak kunjung tiba saatnya untuk hidup kembali
melanjutkan sisa sisa perjuangannya
yang tak berasal dari surga, tak berhenti di bumi
dan tak berahir di neraka

tenggelam sunyi dalam mimpi padat yang tak kunjung bangun
terbujur kaku, tenggelam oleh tanah
yang tak bergerak dan tak bernafas

nafasnya hanyalah untuk negeri yang kelak hancur
darahnya hanyalah untuk sungai yang kelak kering
kekuatannya hanyalah untuk udara yang kelak hitam
dan dunia??
bukan untuk dunia ia bernafas

menunggu sang kekasih sepulang perang
menunggu memasangkan cincin pada jari pengantin

dan sekarang ia tenggelam
tak di hormati
mati

4/3/10

SPONGEBOB : what do you do usually when i'm gone?
PATRICK : wait for you to come back.

4/1/10

anak kecil

jalan setapak dalam gang gang kecil
bersama tiga anak kecil yang berlarian kesana kemari
sepulang sekolah
tanpa beban hidup di pundaknya ia berlari

pulang lah dia pada pintu rumah dari kayu
tapak langkahnya menuntun sayu dirinya
"Ibuu, aku pulangg!"
teriaknya kencang memanggil bundanya
"Ibuu..."
tak ada yang menjawab
sunyi di sela sela rumah kayu

"Buu?"
"Ibuuu dimana?"


kerut mukanya menandakan iya khawatir
detak jantungnya cepat,
"Ibuu"
dia berlari mencari
dia berlari menangis
kesana kemari tak tentu ia mencari, mencari
tetes air matanya semakin deras
seakan dunia akan kiamat...

"Bu.. "
ia menemukan Ibunya sedang terlelap di kamar mandi
dengan tubuh dingin


senyum simpulnya terpancar
"Bu, bangun Bu, jangan tidur di kamar mandi nanti ayah akan marah.."
Ibunya tetap sunyi, dingin
"Bu... bangun ini aku, anak Ibu"

lalu iya ikut berbaring di samping Ibunya
mengecup pipi dan keningnya, memeluk erat sang Bunda
mengambilkan kain selimut kesayangan Ibunya
dan membalut tubuh Ibu yang sedang tidur..
berbaring bersama bunda..

"Bu tadi aku dapet nilau bagus waktu tes..., Ibu pasti senang.."

dan
tak mengetahui bahwa Ibunya telah hilang dari dunia..
menuggunya di alam baka...

sahabat

Itulah dia, Tempat dimana aku bersandar, Tempat dimana aku mengungkapkan perasaanku
Inilah dia, Seseorang yang membuat ku bahagia, Dari tangisku hingga menjadi tawaku, Dialah penyemangat hidupku
Diatas bukit, Disaat kilatan sinar mentari melukis wajahnya, Aku bercerita tentangnya
Dialah yang menghela nafasku, Menjaga agar detak jantungku tetap berdetak, Menuntun jalanku agar tetap tertuju akan cita-citaku
Yang membuka mataku setiap paginya, Dan saat semuanya menebal, saat semuanya membeku
Merasakan tetesan air mataku, Dan mewarnai hidupku
Dialah inspirasiku, Bintang yang selalu kujaga dalam langit hatiku, Yang tak akan aku petik ataupun kulepas
Yang kerap beridiri disampingku, Kemanapun langkahku berjalan, Dimanapun aku berada, Dan dia selalu ada untukku
Ya dialah sahabatku


by : Rima , Ado

memori

duduk,
tak berarti diam
tetapi mengulang
mengulang masa masa indah saat kita bersama
menjelang malam saat sinar mentari membias diantara rambut rambut hitam mu
saat cahata mentari melesat lesat diantara seluk beluk canda tawa

canda tawa yang sangat berarti itu
tak perduli tempat dan waktu
mereka yang selalu hidup
mereka yang selalu berkarya dalam diriku
mereka yang selalu berbisik padaku
bahwa aku masih hidup

sebutir kata yang mereka lemparkan
tatapan mata yang mereka tuju
selalu berarti..

membuat dunia selalu indah untuk dijalani

melukiskan kenangan indah di sela sela umurku yang singkat


diriku takut,
takut akan kehilangan mereka
takut akan menjauh dari mereka
takut duniaku akan menjadi hitam putih
takut duniaku akan menjadi sunyi akan tawa yang mereka bawa

tapi mereka tak menghilang
hanya menjauh, menjauh dari waktu
mengapa waktu melukiskan jarak?
yang bisa membuat ku menjauh...

dan berdirilah aku pada sebuah jembatan renta
mengatakan semua hal ini yang tidak berarti baginya
hanya ditemani gemericik air sungai yang kotor
tanpa mereka...

wahai para dewa maukah kau membisikan padaku
mengapa kau membuat ingatan pada manusia...